Monday, November 10, 2008

Discussing Your Name to Develop ESL Presentation Skills

Many international students come to the university in the USA with very little public speaking experience. Few have given presentations in their native language, and fewer still have given a presentation in English. Ice-breaking activities become necessary then, to help students gain confidence in their speaking ability and for them to get to know each other personally. Helping to foster interpersonal trust between students and teacher is the first step towards students conquering their tendency toward silence. I have found that giving students the opportunity to speak about things they know well in the first weeks of the semester helps to establish a community o learners in my classroom.
Introduction

An activity that I like to use to get students comfortable with public speaking is a discussion/presentation lesson about names. So many ESL students come from cultures where their names have deep meaning, and this topic generates a surprising amount of conversation between students from different language backgrounds. It also is a great tool to bring more reticent speakers into the conversation, since the individual nature of the discussion demands that each student participate. Also, students are given many opportunities to practice their eventual presentations, so those who are less confident with their English ability have time to feel more secure with what they are going to say.
Materials Needed

* Paper
* Markers and/or pens

The Lesson:

Step One

I give each student a piece of paper on which to write his/her name. Many choose to write their names in their native language on one side, and in English on the other. Encourage them to write big, as this functions as a visual aid later on.

Step Two>

When they have finished, they break into small groups and discuss the following questions:

* What is your full name?
* How do you write it in your native language?
* Do you have a nickname?
* What does your name mean?
* Who gave this name to you?
* Do you like your name? Why or why not?
* Has your name ever caused you any problems?
* What happens to your name when you get married?
* Have you ever thought about changing your name? If so, what would you change it to?
* How would you decide what to name your children?

The results of these discussions are fascinating. Some students talk about how difficult their names are to write due to the complicated characters in their language. Other students have talked about difficulty with Americans not differentiating their first names from family names, or how they chose the nickname that they use in the US.

Step Three

After they have finished their group discussions, I model the kind of presentation that they are preparing for by answering the questions above in a coherent fashion about my name. Students appreciate this since it gives them an idea of how to structure the speech, and they are also eager to learn about American customs about name selection and change.

Step Four

After presenting and discussing the information in small groups, the students are encouraged to organize simple one to two minute presentations about the meaning of their names. They have about five minutes to organize what they are going to say, practice saying it out loud, and anticipate any vocabulary that they may need for the presentation.

Step Five

Finally, the students stand up in front of the class and speak for one or two minutes about their names. They use the paper that they created in step one as a visual aid to show to the class.

Step Six

As each student finishes his or her presentation, the rest of the class is encouraged to ask questions and make comments pertaining to the content of the presentation.

Conclusion

By this time, because of the practice in a small group environment, the modeling, and the individualized practice before the actual presentation, the speeches are structurally strong and extremely interesting. The students really enjoy learning about each other, and it builds community within the class. The whole activity works very well for the students to get to know their classmates, to talk about something personal, and to establish early confidence in public speaking.

Wednesday, November 5, 2008

99 Langkah Menuju Kesempurnaan Iman

01. Bersyukur apabila mendapat nikmat;
02. Sabar apabila mendapat kesulitan;
03. Tawakal apabila mempunyai rencana/program;
04. Ikhlas dalam segala amal perbuatan;
05. Jangan membiarkan hati larut dalam kesedihan;
06. Jangan menyesal atas sesuatu kegagalan;
07. Jangan putus asa dalam menghadapi kesulitan;
08. Jangan usil dengan kekayaan orang;
09. Jangan hasad dan iri atas kesuksessan orang;
10. Jangan sombong kalau memperoleh kesuksessan;
11. Jangan tamak kepada harta;
12. Jangan terlalu ambitious akan sesuatu kedudukan;
13. Jangan hancur karena kezaliman;
14. Jangan goyah karena fitnah;
15. Jangan berkeinginan terlalu tinggi yang melebihi kemampuan diri.
16. Jangan campuri harta dengan harta yang haram;
17. Jangan sakiti ayah dan ibu;
18. Jangan usir orang yang meminta-minta;
19. Jangan sakiti anak yatim;
20. Jauhkan diri dari dosa-dosa yang besar;
21. Jangan membiasakan diri melakukan dosa-dosa kecil;
22. Banyak berkunjung ke rumah Allah (masjid);
23. Lakukan shalat dengan ikhlas dan khusyu;
24. Lakukan shalat fardhu di awal waktu, berjamaah di masjid;
25. Biasakan shalat malam;
26. Perbanyak dzikir dan do'a kepada Allah;
27. Lakukan puasa wajib dan puasa sunat;
28. Sayangi dan santuni fakir miskin;
29. Jangan ada rasa takut kecuali hanya kepada Allah;
30. Jangan marah berlebih-lebihan;
31. Cintailah seseorang dengan tidak berlebih-lebihan;
32. Bersatulah karena Allah dan berpisahlah karena Allah;
33. Berlatihlah konsentrasi pikiran;
34. Penuhi janji apabila telah diikrarkan dan mintalah maaf apabila karena sesuatu sebab tidak dapat dipenuhi;
35. Jangan mempunyai musuh, kecuali dengan iblis/syaitan;
36. Jangan percaya ramalan manusia;
37. Jangan terlampau takut miskin;
38. Hormatilah setiap orang;
39. Jangan terlampau takut kepada manusia;
40. Jangan sombong, takabur dan besar kepala;
41. Berlakulah adil dalam segala urusan;
42. Biasakan istighfar dan taubat kepada Allah;
44. Hiasi rumah dengan bacaan Al-Quran;
45. Perbanyak silaturrahim;
46. Tutup aurat sesuai dengan petunjuk Islam;
47. Bicaralah secukupnya;
48. Beristeri/bersuami kalau sudah siap segala-galanya;
49. Hargai waktu, disiplin waktu dan manfaatkan waktu;
50. Biasakan hidup bersih, tertib dan teratur;
51. Jauhkan diri dari penyakit-penyakit bathin;
52. Sediakan waktu untuk santai dengan keluarga;
53. Makanlah secukupnya tidak kekurangan dan tidak berlebihan;
54. Hormatilah kepada guru dan ulama;
55. Sering-sering bershalawat kepada nabi;
56. Cintai keluarga Nabi saw;
57. Jangan terlalu banyak hutang;
58. Jangan terlampau mudah berjanji;
59. Selalu ingat akan saat kematian dan sedar bahawa
kehidupan dunia adalah kehidupan sementara;
60. Jauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat seperti ngobrol yang tidak berguna;
61. Bergaul lah dengan orang-orang soleh;
62. Sering bangun di penghujung malam, berdoa dan beristighfar;
63. Lakukan ibadah haji dan umrah apabila sudah mampu;
64. Maafkan orang lain yang berbuat salah kepada kita;
65. Jangan dendam dan jangan ada keinginan membalas kejahatan dengan kejahatan lagi;
66. Jangan membenci seseorang karena pahaman dan pendiriannya;
67. Jangan benci kepada orang yang membenci kita;
68. Berlatih untuk berterus terang dalam menentukan sesuatu pilihan
69. Ringankan beban orang lain dan tolonglah mereka yang mendapatkan kesulitan.
70. Jangan melukai hati orang lain;
71. Jangan membiasakan berkata dusta;
72. Berlakulah adil, walaupun kita sendiri akan mendapatkan kerugian;
73. Jagalah amanah dengan penuh tanggung jawab;
74. Laksanakan segala tugas dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan;
75. Hormati orang lain yang lebih tua dari kita
76. Jangan membuka aib orang lain;
77. Lihatlah orang yang lebih miskin daripada kita, lihat pula orang yang lebih berprestasi dari kita;
78. Ambilah pelajaran dari pengalaman orang-orang arif dan bijaksana;
79. Sediakan waktu untuk merenung apa-apa yang sudah dilakukan;
80. Jangan sedih karena miskin dan jangan sombong karena kaya;
81. Jadilah manusia yang selalu bermanfaat untuk agama,bangsa dan negara;
82. Kenali kekurangan diri dan kenali pula kelebihan orang lain;
83. Jangan membuat orang lain menderita dan sengsara;
84. Berkatalah yang baik-baik atau tidak berkata apa-apa;
85. Hargai prestasi dan pemberian orang;
86. Jangan habiskan waktu untuk sekedar hiburan dan kesenangan;
87. Akrablah dengan setiap orang, walaupun yang bersangkutan tidak menyenangkan.
88. Sediakan waktu untuk berolahraga yang sesuai dengan norma-norma agama dan kondisi diri kita;
89. Jangan berbuat sesuatu yang menyebabkan fisikal atau mental kita menjadi terganggu;
90. Ikutilah nasihat orang-orang yang arif dan bijaksana;
91. Pandai-pandailah untuk melupakan kesalahan orang dan pandai-pandailah untuk melupakan jasa kita;
92. Jangan berbuat sesuatu yang menyebabkan orang lain terganggu dan jangan berkata sesuatu yang dapat menyebabkan orang lain terhina;
93. Jangan cepat percaya kepada berita jelek yang menyangkut teman kita sebelum dipastikan kebenarannya;
94. Jangan menunda-nunda pelaksanaan tugas dan kewajiban;
95. Sambutlah huluran tangan setiap orang dengan penuh keakraban dan keramahan dan tidak berlebihan;
96. Jangan memforsir diri untuk melakukan sesuatu yang diluar kemampuan diri;
97. Waspadalah akan setiap ujian, cobaan, godaan dan tentangan. Jangan lari dari kenyataan kehidupan;
98. Yakinlah bahwa setiap kebajikan akan melahirkan kebaikan dan setiap kejahatan akan melahirkan merusakan;
99. Jangan sukses di atas penderitaan orang dan jangan kaya dengan memiskinkan orang

Smg bisa menjadi cerminan hidup kita sehari-hari..aamiin

Kiat untuk Muslimah

Siapa yang tak ingin punya kekuatan? Selama ini kita mengasosiasikan kekuatan dengan harta dan materi, jabatan, kekuasaan atau keahlian. Menurut Hukum Sebab-Akibat (The law of cause and effect) pengertian kekuatan di atas lebih banyak mengarah pada pengertian kekuatan sebagai akibat dari pada sebuah sebab. Kepemilikan materi adalah akibat, karena tidak ada orang yang lahir dengan materi. Jabatan adalah akibat karena jabatan tidak pernah mendatangi seseorang kecuali setelah kita memiliki alasan untuk menerima jabatan (kehormatan). Keahlian pun akibat karena tidak semua orang yang punya ilmu atau punya pengalaman bisa dikatakan ahli kecuali setelah ada usaha mensinergikan keduanya. Jadi, jika ada akibat, pastilah ada sebabnya. Lalu apakah atau siapakah yang layak menjadi sebab itu? Jawabannya adalah, kekuatan diri!!

Perjuangan, Keputusan, dan Tanggung Jawab

Kekuatan diri adalah kekuatan yang lahir dari dalam diri pribadi kita.
Kalau menurut pengalaman sejumlah orang berprestasi di bidangnya dan pendapat para pakar SDM, kekuatan diri ini bisa bermacam-macam bentuknya tetapi mengacu pada sebuah poin penting berikut ini.

Arnold Schwarzenegger menyimpulkan bahwa kekuatan itu tidak didapat dari kemenangan (winning) misalnya saja kekuasaan, kekayaan atau keahlian tetapi dari perjuangan meraih kemenangan itu. Ketika kamu terus berjuang melawan rintangan dan bersumpah tidak akan menyerah, maka itulah kekuatan. Kalau kita menang lalu kemenangan itu akan membuat kita kuat, tentu ini sudah pasti, tetapi adakah kemenangan yang diraih oleh lemahnya perjuangan?

Perjuangan (baca: Usaha) akan membuat orang dari yang semula bukan apa-apa berubah menjadi apa-apa; mengubah seseorang dari yang semula tidak memiliki apa-apa menjadi memiliki apa yang diinginkan. Sebaliknya tanpa kekuatan dan perjuangan akan membuat orang yang semula memiliki, berubah menjadi tidak memiliki; mengubah orang yang semula 'menjadi' ke tidak menjadi.

Kekuatan diri juga mengacu pada kekuatan keputusan hidup. Semua orang pada dasarnya sudah mengambil keputusan untuk hidupnya dan sepanjang hidupnya. Tetapi, ada keputusan yang mencerminkan kekuatan diri dan ada pula keputusan yang mencerminkan kelemahan. Keputusan yang pertama adalah keputusan yang lahir dari dalam diri kita dengan kesadaran bahwa kita sedang memutuskan sesuatu; dengan pemahaman bahwa keputusan yang kita ambil tidak bertentangan dengan aspek ke-diri-an kita, kemampuan kita dan arah hidup yang kita tuju. Lao-Tzu menyimpulkan bahwa orang yang sudah menang melawan dirinya (baca: bisa menyuruh dan melarang) adalah orang yang punya kekuatan.

Sementara keputusan yang kedua adalah, keputusan yang didapat dengan cara menerima semua pendapat orang lain ATAU menolak semua pendapat orang lain. Menerima seluruhnya adalah kelemahan sedangkan menolak seluruhnya adalah kekerasan-kepala (stubborn) yang juga cermin dari kelemahan. Menerima dan menolak seluruhnya adalah cerminan dari keputusan yang bukan dengan kesadaran dan pemahaman dari dalam melainkan ikut-ikutan pada tawaran (stimuli) dari luar tanpa proses
pengolahan di dalam, atau bisa jadi karena impulsivitas emosi. Sehingga, ketika keputusan itu dijalankan, perbuatan yang dilahirkan oleh keputusan itu biasanya bukanlah aksi (tindakan atas dasar niat) tetapi reaksi (tindakan tanpa niat).

Kekuatan diri juga bisa berbentuk tanggung jawab untuk mengambil, memilih dan melaksanakan tugas-tugas yang diperlukan untuk menjadi penyebab (sumber solusi) bagi diri kita. Memang, manusia lahir sebagai akibat dari kreativitas Tuhan. Namun kita pun diberi tugas untuk mengubah keadaan kita yang awalnya hanya sebagai akibat, menjadi sebab.

Sebenarnya, kita sudah diberi kemampuan untuk menjadikan tugas sebagai sebab, namun kemampuan itu masih bersifat laten (tidak
actual/termanifesta sikan). Kita sendiri yang harus menggali, mengasah dan mengembangkan kemampuan yang ada (potensi, prestasi, keahlian, ketrampilan) , yang sejauh ini masih bersifat latent.

Agar kita tidak terlalu lama 'menganggur' dan jadi 'passive' dalam status 'akibat', adalah dengan mengubah paradigma berpikir kita, dan memperbaharui pemahaman diri bahwa kita adalah penyebab.
Konsekuensinya, kita harus makin bertanggung jawab pada hidup dan diri kita sendiri, karena kitalah yang menginginkan hidup ini menjadi lebih baik. Besar-kecilnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap perubahan status hidupnya, dari akibat menjadi penyebab akan menentukan besar-kecilnya aksi serta usaha yang dikeluarkan untuk meraih prestasi. George Washington Carver menyimpulkan bahwa 99 % kegagalan, justru berasal dari sikap mental kita yang membiarkan diri ber-status 'akibat'.

Selama kita tidak pernah mengaktifkan potensi itu menjadi prestasi
atau pun kemampuan aktual, selama itu pula kita tidak akan pernah tahu kelebihan kita. Seperti yang dikatakan oleh Martina Grim bahwa kreasi yang kita hasilkan, sesungguhnya merupakan materi yang menunjukkan siapa diri kita. Selama kita menyalahkan orangtua, lembaga, atau lingkungan sebagai penyebab kelemahan kita, selama itu pula kita tidak pernah berusaha untuk memperkuat diri. Kathy Simmons dalam EQ: What Smart Managers Know (Executive Update: 2001) menyimpulkan bahwa kekuatan diri, akan selalu dibangun di atas keahlian dan kecerdasan emosional. Oleh sebab itu, manusia sebaiknya bersikap proaktif dalam menyambut dan mengambil tanggung jawab demi mengubah keadaan diri
sendiri, dari sumber persoalan menjadi sumber solusi.

Proses Belajar

Ada beberapa strategi yang mungkin sekali dapat kita pilih sebagai
cara untuk menambah kekuatan diri, yaitu:

a. Learning to be

Kalau materi adalah kekuatan, keahlian adalah kekuatan atau jabatan adalah kekuatan, maka semua itu benar dan semua itu sudah diketahui oleh hampir setiap orang. Tetapi, hanya sedikit orang yang tahu, apa yang membuat diri kita memiliki kekuatan internal yang diinginkan. Memang, 'memiliki' (to get to have) adalah keinginan umum semua orang - sementara, 'menjadi' belum tentu keinginan semua orang. 'menjadi' atau to be, adalah sebuah keinginan spesifik untuk
mewujudkan apa yang sesuai dengan kesejatian diri kita.

Charles Handy pernah menulis yang isinya antara lain menyayangkan mengapa sebagian besar orang mengedepankan cara berpikir untuk memiliki lebih dulu (to get / to have), bukannya 'menjadi' (to be) lebih dulu. Tidak berarti salah, tetapi memiliki itu lebih banyak bernuansa 'akibat' yang diciptakan oleh 'sebab'. Berpikir untuk 'Memiliki' (to get/to have) bersumber dari pendekatan hidup yang memposisikan kekuatan eksternal sebagai Sebab yang berarti diri kita adalah Akibat. Jadi, dalam konteks demikian, diri kita menjadi peserta pasif dalam hidup kita sendiri, bukan lah pelaku atau sebab, melainkan obyek penderita alias akibat.

Pendapat di atas rasa-rasanya sudah klop dengan ajaran leluhur kita yang mengutamakan cita-cita (willing to be) lebih dulu. Hampir semua orangtua sudah terbiasa menanamkan semangat untuk 'menjadi' (to be) lebih dulu kepada putera-puterinya ketimbang semangat untuk 'memiliki' (to get/to have). Dari tipikal kehidupan masyarakat yang demikian ini, seharusnya sebagian besar dari kita dipastikan sudah mempunyai gambaran mental untuk menjadi (to be). Persoalan bahwa ada gambaran mental yang masih cocok dan ada yang meleset sama sekali, atau ada yang belum cocok, tentu ini urusan lain alias tergantung pilihan kita dan proses-proses kehidupan yang akan kita lalui: bisa diperkecil, disesuaikan, diperjuangkan, di-break-down, dilanjutkan dan seterusnya.

b.To know

Untuk 'menjadi' menurut apa yang kita inginkan, jelas bukan gratis
tetapi membutuhkan cakupan pengetahuan yang disyaratkan oleh hukum alamiah dan tatanan ilmiah yang sifatnya sangat spesifik, yaitu : tergantung pada pilihan kita (depend on our own choice). Bagaimana agar kita mengetahui apa yang dibutuhkan untuk bisa merealisasikan proyek-proyek pengembangan diri kita untuk 'menjadi' ? Ada beberapa cara :

1. Mengetahui diri kita (self-knowledge) : keinginan / peluang
kemampuan / kekuatan, hambatan dan kelemahan.

2. Mengetahui situasi dan kondisi, tuntutan dan tantangan yang
akan, perlu dan harus dihadapi sebagai konsekuensi dari pilihan yang kita ambil untuk 'menjadi'.

3.Mengetahui beberapa alternative cara yang disajikan oleh
berbagai pengetahuan dan pengalaman kita untuk menjadi seperti apa yang kita inginkan.

Pengetahuan menyeluruh dan spesifik tentang aspek diri, kita akan
membuat kita tahu tentang hal yang penting dan yang tidak penting bagi kita. Kalau kita menyimpulkan gelar akademik itu tidak penting tetapi keinginan kita untuk 'menjadi' (to be) secara riil mensyaratkan adanya gelar itu, berarti pemahaman kita belum akurat.

c. To Do

Dalam hal kekuatan, unsur mendasar dalam melakukan adalah kecocokan. Melakukan asal melakukan (ber-aktivitas harian) sudah dijalani oleh semua orang, tetapi sedikit orang yang menjalankan apa yang memang cocok dengan pengetahuan dan keinginan sesuai dengan tujuannya untuk 'menjadi'. Melakukan seperti ini jelas membutuhkan rumusan tujuan (goal), sasaran kecil (target) dan perencanaan beraksi (action plan) yang fleksibel dan kokoh sehingga kita tidak terjebak dalam praktek yang menjadikan aktivitas sebagai tujuan.

Menjadi (To be), Mengetahui (To know), dan Melakukan (To do) adalah tiga elemen yang punya relevansi tinggi dengan kadar perjuangan, bobot keputusan ber-aksi, dan kadar tanggung jawab. Tinggi-rendahnya keinginan kita untuk 'menjadi' berhubungan dengan tinggi-rendahnya daya juang kita mengalahkan tantangan. Keinginan (standar prestasi) yang rendah akan menggoda kita untuk melihat tantangan kecil menjadi besar dan sebaliknya keinginan yang tinggi akan memberikan pil 'ketidakrelaan' kalau kita sampai dikalahkan oleh tantangan kecil maupun besar.

'Mengetahui' (to know) punya hubungan dengan keputusan untuk
bertindak (decision to do). Seperti kata Jhon C. Maxwell, kalau kita
benar-benar tahu apa yang kita inginkan maka tidak sulit bagi kita
untuk melakukan apa yang kita ketahui. Dengan menjalankan keputusan menurut apa yang dijabarkan oleh pengetahuan yang kita dapatkan dari konsep dan praktek, akan membuat keputusan itu bergerak maju (beraksi), dari dalam ke luar, bukan hanya aktivitas, kesibukan dan gerakan yang tidak jelas arahnya (reaksi).

'Melakukan' (to do) punya hubungan dengan kemampuan kita menjawab (tanggung jawab). Aksi seseorang tidak lahir dari pemikiran, tetapi lahir dari kesediaan untuk menjawab tanggung jawab atas dirinya, begitulah kata Dietrich Bonhoeffer. Tanggung jawab adalah aksi yang bisa melahirkan solusi, kalau tidak seluruhnya ya sebagiannya atau minimalnya tidak menambah jumlah problem.

Semoga bermanfaat dan selamat mempraktekkan!

Monday, November 3, 2008

Do you know about love and life???


Do you know about Love and Life…
Love and life are two words…
Begin with the letter “L”…
To have these things…
Mean happiness..


Love and life..
Can be so wonderful..
But they can destroy you..
Life is the greatest gift..
From above…
And love is a wonderful thing in life..
You will be in heaven if
You have these at the same time…

Life means empty without love..
But not having love doesn’t mean the end of everything…

So many sort of love in this life..wanna know
Love to your God
Love to your family
Love to your environtment
Love to peole around you..
Love to other living things…
And Of course Love to your beloved lover…

All of these loves are beautiful..
Unless the last point..
It can be the most joyable thing in your life..
But it can hurt you so badly..especially if you to much loving ur beloved…
That you wont even want to think to have it anymore….

Yos sudarso,hospital August 22nd,2001
Written By: Devi oktavira…

Sunday, November 2, 2008

zwani.com myspace graphic comments


Welcome to My Blog...
This is the place where you can find life reality in Education and Life...



Mother is the best super hero in the world

Ini adalah mengenai nilai kasih Ibu dari seorang anak yang mendapatkan ibunya sedang sibuk menyediakan makan malam di dapur. Kemudian dia mengulurkan sekeping kertas yang bertuliskan sesuatu, si ibu segera membersihkan tangan dan lalu menerima kertas yang diulurkan oleh si anak dan membacanya.

Ongkos upah membantu ibu:
1) Membantu pergi ke warung: Rp20.000
2) Menjaga adik: Rp20.000
3) Membuang sampah: Rp5.000
4) Membereskan tempat tidur: Rp10.000
5) Menyiram bunga: Rp15.000
6) Menyapu halaman: Rp15.000
Jumlah: Rp85.000

Selesai membaca, si ibu tersenyum memandang si anak yang raut mukanya berbinar-binar. Si ibu mengambil pena dan menulis sesuatu di belakang kertas yang sama:
1) Ongkos mengandungmu selama 9 bulan: GRATIS
2) OngKos berjaga malam karena menjagamu: GRATIS
3) OngKos air mata yang menetes karenamu: GRATIS
4) Ongkos khawatir krn memikirkan keadaanmu: GRATIS
5) OngKos menyediakan makan minum, pakaian dan keperluanmu: GRATIS
Jumlah Keseluruhan Nilai Kasihku: GRATIS

Air mata si anak berlinang setelah membaca. Si anak menatap wajah ibu, memeluknya dan berkata, "Saya Sayang Ibu". Kemudian si anak mengambil pena dan menulis sesuatu di depan surat yang ditulisnya: "Telah Dibayar"

LUv Mom I miss u forever
Mother is the best super hero in the world.

Me, friends, and My Favorite Lecturer

Prinsip Dasar Pendidikan

1. Pendidikan Agama yang diutamakan sehingga akan melahirkan insan yang IMTAQ (Iman dan Taqwa)
2.
Pendidikan harus berwawasan IPTEK (Ilmu Pangetahuan jo Teknologi)
3.
Pendidikan Akhlak, moral dan etika harus dimasukkan ke kurikulum, karano awak kini alah banyak yang krisis moral, etika dan Akhlak.
4.
Pendidikan berorientasi kepada KOMPENTENSI dan KAPASITAS.
5.
Pendidikan berwawasan lingkungan harus diterapkan sejak dini, untuk memberikan pembelajaran dan perkenalan pada warisan memelihara lingkungan hidup.
6.
Pendidikan harus menanamkan rasa persaudaraan, rasa saling berbagi antar sesama, menggalakkan rasa gotong royong dan kerjasama.
7.
Pendidikan jangan teralalu pada pendekatan BISNIS, sehingga kalau bisnis yang diutamokan, maka KUALITAS akan tereliminasi.